Nemo Trapped In A Net

Selasa, 27 September 2011

Antara Letih, Asap, dan Kesabaran


Kali ini bukan gema azan yang memasuki celah jendela tempatku tinggal..
Tapi asap tebal yang membuat dadaku tiba-tiba sesak.. Sesekali aku terbatuk.

Kusingkap jendela, kulihat api melahap tumpukan sampah yang meruah..

~o0o~

Segera kurampungkan tilawah, lalu kulepas mukena dan segera melipatnya, serapi mungkin..
Ya, serapi mungkin karena ia adalah sahabat yang setia menemaniku bersimpuh di hadapan Rabbku..
Aku ingin menghadap kepadaNya dalam keadaan sebersih dan serapi-rapinya.. Begitupun dengan mukena yang kupakai. Harus bersih, suci, dan rapi. Dengan penuh kehati-hatian aku menyimpannya, merapikannya kembali setelah usai kupakai. Sekali lagi, serapi mungkin..

~o0o~

Dalam perjalananku yang sendiri sepulang sekolah tadi, tiba-tiba aku merindukan tanah kelahiranku. Entah mengapa..
Langkahku semakin berat. Tapi aku harus kuat..
Toh Ibu merestui, tahun ini adalah tahun terakhirku belajar kehidupan di tanah ini..

Kusisiri dengan jeli, jalan setapak yang sering kulewati. Kupandang pula buah-buah kecil yang tumbuh pada ranting pohon teh, kucium bunga kopi yang ranum dan mirip melati, semerbak, wangi..
Kutatap langit yang terik di antara rerimbun pepohonan.
Aku merasa sangat kecil di hadapan mereka.
Begitupun di hadapan Rabbku, aku benar-benar merasa begitu kecil dan lemah.

Mereka belum pernah kujumpai di tanah kelahiranku. Ya, di tanah inilah pertama kali dan seumur hidup kulihat pohon kopi, pohon manggis, pohon nanas yang sedang berbuah, dan pohon teh yang ternyata memiliki buah mirip apel hijau, tapi kecil dan berbiji sebesar kelengkeng.
Menakjubkan!

~o0o~

Di tanah ini aku belajar banyak hal, terlebih tentang kesabaran.

Dalam kondisi letih, kupaksakan diri untuk segera membersihkan badan. Kulirik beberapa tumpukan baju kotor menanti dicuci.
Ya, karena untuk saat ini air adalah barang mahal.
Yang tak bisa kami peroleh serta merta, apalagi seenaknya.

Bismillah, dengan air seadanya mulailah kedua tangan ini bekerjasama mencuci tumpukan baju-bajuku sendiri.

Andai saja aku di rumah, tentu tak kubiarkan badanku semakin letih. Tinggal klik, atur frekuensi, kering.. Cucian beres.
Andai ini, andai itu.
Namun pada akhirnya, berandai-andai tak menyelesaikan masalah, bukan.. ??

Walhamdulillah, dalam waktu setengah jam, tumpukan baju-baju kotor berubah bersih.
Perubahan yang berposes cukup lama tentunya..


~o0o~

Serapi mungkin aku menjemurnya pada tiang-tiang besi yang memanjang di antara balutan tali yang membujur dari arah utara dan selatan.

Lega..
Perjuangan pun berbuah manis.

~o0o~

Kemudian genangan air nan jernih di sudut mataku, berhasil menyingkap celah bulu mata. Lalu memaksanya turun supaya ia memberikan jalan untuk lebih leluasa jatuh..

Bulir demi bulir mengalir..

"Dasar cengeng, untuk apa menangisi cucian yang terlanjur beraroma asap sampah? Toh bisa kamu bilas lagi !!" kuncup hatiku menyemangati diri sendiri.

Semoga aku masih dipertemukan dengan hari esok, dalam semangat yang baru, dalam kesabaran yang lebih luar biasa.

Subhanallah, inilah kehidupan yang penuh tantangan. Di mana kesabaran dan ketabahan adalah perisai dari segala bentuk kekalahan..

Karena aku tak mau disebut sebagai orang kalah..

Fashbir shobron jamiila,
Innallaaha ma'ash shoobiriin..

Walhamdulillaah..

0 komentar:

Posting Komentar

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More