Nemo Trapped In A Net

Senin, 15 Agustus 2011

Ibu, Semangati Aku.......


"Ribuan kilo jalan yang kau tempuh. Lewati rintang untuk aku anakmu. Ibuku sayang, masih terus berjalan. Walau tapak kaki penuh darah, penuh nanah"

Teringat lagunya Bang Iwan Fals (semoga sahabat mengenalnya)
Ya, sejak SMA saya suka dengan lagu-lagu beliau, yang dalam syairnya lebih cenderung memihak orang-orang pinggiran. ( jadi, untuk para massivers, cliquers, slippers, jempolers, pampers atau apalah, maaf ya.. Saya ndak suka BAND )
^__^

Pagi tadi serasa enggan beranjak dari tempat tidurku. Tiba-tiba datang Ibu yang dengan semangatnya yang luar biasa, menyemangatiku seperti biasa. Membuka pintu kamarku dengan senyumnya, mendekatiku, dan memijit-mijit lenganku.

"Saatnya berangkat sekolah ke Tengaran, seminggu lagi juga liburan to? Mbok yang semangat to ya...? rayu Ibu padaku.
"Sebentar to Bu masih ngantuk. Kenapa aku ndak sekolah di Solo lagi, ya Bu?" rayuanku pun sepertinya tak kalah hebat dengan rayuan Ibu.
"Lha wong dari TK sampai Universitas di Solo. Apa ndak bosen to? Sekarang saatnya belajar kehidupan di tanah orang. Wis, sekarang cepet mandi sana. Air panas sampun siap."

Aku tak mengindahkan Ibu yang sedang ngendika. Aku merasa malas untuk kembali ke tanah rantau. Benar-benar malas. Entah kenapa...

"Eeee, bocah ini lho. Ayo, air panas sudah siap. Mandi, keramas. Biar malasnya ilang" ucap Ibu sambil mengibaskan handuk dan bermaksud menyerahkannya padaku.

Aku tak menjawab ucapan-ucapan Ibu yang panjang lebar tadi. Dengan terpaksa kubangkitkan tubuhku dari tempat tidur dan kuraih handuk yang masih berada di tangan Ibu.

"Jangan lupa keramas, jangan lupa air panasnya." sahut Ibu yang mungkin setengah kesal karena aku sama sekali tak merespon ucapannya.

Masih dengan diam aku melenggang meninggalkan Ibu di kamarku bersama cucunya yang baru. Ya, cucu ketiganya yang baru lahir seminggu yang lalu.

~0~

Lalu aku siap dengan seragam warna hijau dan ransel yang menempel di punggungku. Aku masih duduk mematung di atas tempat tidur.

"Lho, kenapa bocah ini?" selidik Ibu yang semakin penasaran dengan keadaanku.
"Lagi menyemangati diri sendiri" sambungku singkat.
"Nah, gitu. Dari tadi kok kesannya Laa yamuutu wa laa yahyaa. Eh, tapi semangat yang mana dulu...?" sahut Ibu seperti meragukan ucapanku.

"Semangat mencari kecocokan jiwa" jawabku sembari melirik Ibu.
"Yo wis, selamat bersemangat mencari kecocokan jiwa" balas Ibu sambil menertawakanku.

Aku malu, ternyata ucapanku yang spontan tadi membuat Ibu merasa geli pada anak perempuannya ini.

Lalu segera kuraih tangan kanan Ibu dan kucium penuh tawadhu'.

"Berangkat, nggih Bu?" pamitku.
"Berangkat mencari kecocokan jiwa???" ucap Ibu dengan senyumnya yang khas.
Aku hanya nyengir melihat Ibu yang semakin semangat meledekku.

~0~

Seorang Ibu yang tiada letih menyemangatiku. Seorang Ibu yang tiada pernah memarahiku. Sama sekali belum pernah mencubit atau menjewer telingaku, selama aku hidup.
Sama sekali tidak pernah mengucapkan kata-kata kasar ataupun yang menyakitkan hatiku. Sama sekali tidak pernah berbicara dengan berteriak (nada keras) dan membuat telingaku panas. Seorang Ibu yang mengajariku arti kelembutan, kasih sayang, dan kesantunan.
Yang telah memberiku segalanya, tapi hingga detik ini aku belum mampu mempersembahkan yang terbaik untuknya..
Nastaghfirullah..

Mari senantiasa sertakan nama Bapak dan Ibu kita.. Dalam sujud dan munajat kita.

Walhamdulillah..
Top of Form
Bottom of Form

0 komentar:

Posting Komentar

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More