Nemo Trapped In A Net

Rabu, 11 Mei 2011



Lihat ke Bawah, Petiklah Hikmah....

Sering menghibur diri dengan kalimat demikian, “Rasa bosan, jenuh, boring dan macam-macam spesiesnya, adalah manusiawi.” Kalimat inilah yang mampu membuatku bertahan dalam pekik perjuangan ini. Perjuangan yang kuawali dengan azzam kesungguhan. Perjuangan kami tuk raih ridho Illahi Rabbi, Biidznillaahi Ta’aalaa...
          Rasa jenuh terkadang hinggap tanpa permisi. Apalagi ketika fluktuasi “ghirah” yang bercokol di hati sedang futur, Masyaallah........ Alaa Bi Dzikrillaahi Tathmainnul Quluub....
          Begitu juga dengan hari-hari yang aku lalui......... (kok jadi curhat yak..?). Berawal dari kejenuhan, kulangkahkan kaki menuju perseteruan hati. Setengah lantang kuberdendang, “Saatnya berpetualang...!!!!!!!!!!!!”
          Yappp..........!!!!!! Inilah saatnya berpetualang menyusuri sebagian putaran roda kehidupan yang tentunya penuh ujian iman. Ada rasa yang tertinggal, bahkan hilang. Hilang karena aku sadar, hampir dua tahun kota kelahiran kutinggalkan. Ya, kutinggalkan Solo demi sebuah obsesi. Ataukah ambisi? Entahlah, tapi biarkan aku menyebutnya dengan impian. Ya! Demi sebuah impian semasa kecilku.
          “Kalau kamu bisa mengerjakan, nanti kalian aku beri makanan sebagai hadiahnya!” Sekarang kerjakan saja sebaik-baiknya!” Kata Zulaikha kecil sembari berjalan-jalan mengitari kawan-kawan sepermainannya. Dipandangi dengan jeli pekerjaan teman-temannya satu persatu. Layaknya seorang guru, Zulaikha memastikan bahwa mereka benar-benar mengerjakan apa yang ia perintahkan di papan tulis kayu yang ia isi dengan soal. Ia tulis dengan kapur warna-warni, yang menurutnya mungkin bisa menarik hati. Zulaikha kecil ingin sekali menjadi guru.
          Sempat aku tertawa kecil mengingat masa kecilku. Waktu itu aku masih duduk di bangku kelas dua Madrasah Ibtidaiyah. Masa di mana kurasakan indah berkawan. Masa di saat aku gila berpetualang. Menyusuri sungai dan sawah. Entah apa yang kucari atau kepuasan menemukan sesuatu yang belum pernah aku miliki sebelumnya. Masih dalam kondisi tertegun aku menulis postingan ini. Kuterawang jauh ke masa di mana aku miliki sahabat kecil.
          Aku pernah menjumpainya beberapa kali dalam mimpi. Ia tampak berseri-seri, namun aku sempat menangkap semburat bingung dari  wajahnya. Dia merasa lapar dan haus saat itu. Sambil memanggilku, ia meminta makanan padaku. Entah mengapa aku tak bisa memberinya. Mulut kecilku tak mampu mengucap sesuatu untuk menjawab uluran tangannya. Seperti ada yang menguncinya rapat. Sulit kubuka dengan tenaga. Lalu ia menghilang dengan senyumnya. Ia hilang menembus  pintu kamarku yang kala itu terkunci.
“Yaa Allah........!” pekikku disertai dengus kepanikan. Aku tersadar, dia meninggal beberapa minggu sebelum aku bertemu dalam mimpi. Sebab, sekian tahun lamanya aku tak lagi bisa lagi mengajaknya berpetualang bersama. Bernyanyi bersama, bergandengan tangan. Ya, kami sama-sama hobi menyanyi. Dia selalu memuji suaraku, ia selalu bilang suaraku merdu (bukan merusak dunia loh.......^___^). Bukan maksud untuk ‘ujub yak....? Nauzdubillah, tsumma Na’udzubilliah...
          Bapaknya seorang pengacara ternama. Ia anak satu-satunya. Desy sosok anak yang cerdas. Sembari jari ini menari bebas di atas keyboard komputerku, kuingat pula dua lesung menyatu dengan pipinya yang menggemaskan. Menyempurnakan kecantikannya. Kami sudah tak lagi berjumpa ketika Sekolah Menengah Pertama, yang ternyata menjadi sebongkah dinding pemisah kebersamaan kami. Aku melanjutkan sekolahku di Tsanawiyah, sedang ia melenggang ke SMP favorit di kotaku. Sambil membenahi kaca mataku, kembali kuingat cerita tragis tiga tahun yang lalu.
          Kira-kira di penghujung tahun 2007. Kala itu aku masih sibuk dengan kegeramanku yang membuncah karena skripsi tak kunjung di-acc pembimbingku, Profesor Markhamah. Satu setengah bulan kutarget skripsi kelar. Ternyata Allah berkehendak lain. Baru sekitar dua setengah bulan aku bisa menyelesaikan tugas akhirku sebagai mahasiswa. Kudengar kabar dari sahabat semasa Madrasah, Desy  meninggal dunia.
          Serasa jantung dihantam godam. Inikah berita yang seharusnya kudengar..........??? Sekian lama tiada jumpa.....??? Ia meninggal setelah sempat beberapa hari dirawat di Rumah Sakit. Ia mengalami kecelakaan tepat di sebelah barat pusat perbelanjaan di daerah kampusku.
          Istirja’ tiada henti, keluar dari mulutku yang kian kelu. Mahakuasa Allah atas segala sesuatu. Segala yang di langit dan di bumi. Yang berkuasa atas makhluknya, begitupun dengan urusan nyawa manusia. “Kullu nafsin   dzaaiqotul mauut......” Setiap yag bernyawa pasti mati. Pasti.
          Perjumpaanku dengannya dalam mimpi, semakin menyadarkanku akan singkatnya kehidupan di dunia ini. Betapa Allah Mahaadil. Betapa Allah sudah mengatur seberapa lama makhluknya akan menghuni dunia yang di dalamnya penuh dengan permainan dan senda gurau. Innaddunya la’iibu walahwu...
          Masa lalu banyak menyumbangkan ibrah bagiku. Masa lalu yang sering menjadikan cerminan untuk menentukan langkah mana yang sebaiknya kutempuh. Namun tak jarang pula masa lalu membuatku takut akan pilihanku sendiri. Takut tersungkur untuk kesekian kali.
          “Rasa bosan, jenuh, boring dan macam-macam spesiesnya, adalah manusiawi.” Aku masih sibuk menghibur hati. Aku masih berusaha menyenangkan batinku yang sedari tadi mendesak meronta meminta kebebasan. Aku ingin sesuatu yang baru.
          “Saatnya berpetualang mencari dan menemukan sesuatu yang baru...!!!!!” Teriak batin yang ingin segera pulang ke pelukan kota kelahiranku. Solo, The Spirit of Java, I’m come back..
          Keliling Solo, jalan kaki.......??? Tak terbayang sebelumnya. Inilah yang mestinya kurasa dan kunikmati. Banyak hal yang mesti kuraba dan kukecap dengan nurani, tanpa tirani. 
Petualanganku bermula dari salah satu Department Store besar di Solo, tepatnya dari Singosaren Plaza. Dengan PeDe-ku aku berjalan sendirian di antara lalu lalang dan hingar bingar degup jantung kota. Sampai di Night Markaet Solo, tak kulewatkan kans berharga ini. Ceprat-cepret sana-sini, yah......... mumpung ga bayar lah..... Seharian jadi fotografer amatiran......

Subhanallah, sepanjang jalan “Night Market” solo sangat asri...
Dengan kaki yang hampir letih, aku masih sibuk memotret solo
dan segenap hingar bingarnya..
Solo....The Spirit of Java.....

 Sepanjang Night Market Solo, jalan nampak lengang
Tapi, aku masih semangat melenggang. . .
Coba lihat bapak penjual jamu ini,
Semangatnya luar biasa... Mengapa
kita tak coba ambil ibrah dari pencari
ridho Allah yang satu ini. Mungkin di setiap
 seok langkah kaki, terlafaz Doa dan  mengagungkan asmanYa.
Fabiayyi aalaa-i robbikuma tukadzdzibaan...???????
hayya nasykur ilallah.......!!!!!!
 SOLO PARAGON 
Solo makin sesak dengan gedung menjulang..
Foto ini kuambil setelah aku berhenti sejenak dari perjalananku.


        Subhanallah, aku rasa perjalananku cukup membuatku kembali bersemangat menjalani hari-hari di asrama tempatku berjuang. Meski letih, aku yakin ini semua tiada sia-sia. Perjalanan berakhir di depan SMA 4 Surakarta. Angkutan kota berseri 08 siap mengantarku pada perjalanan berikutnya. 

         Tengaran, sambut aku penuh harapan, dalam bingkai zuhud dan manis iman...

         Lalu apa yang kau kufuri dari karunia Ilahi Rabbi....?

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More